![]()
SMA INSAN CENDEKIA AL-MUSLIM SIDOARJO
Jl. Raya
Wadung Asri 39 F Sidoarjo, Jawa Timur 61256
|

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
|
Nama Sekolah
|
:
|
Kelas / Semester
|
:
|
Mata Pelajaran
|
:
|
Pertemuan ke -
|
:
|
Alokasi Waktu
|
:
|
SMA INSAN
CENDEKIA AL-MUSLIM SIDOARJO
|
10 / 1
|
Fisika
|
02
|
2 x 45
menit
|
Standar
Kompetensi
A. Menerapkan konsep
besaran fisika dan pengukurannya
Kompetensi Dasar
A.1 Mengukur besaran
fisika (massa, panjang, dan waktu).
Indikator
Pembelajaran
A.1.2
Mengukur besaran panjang, massa dan waktu dengan
mempertimbangkan ketelitian dan ketepatan
A.
Tujuan
Pembelajaran

Kognitif
1.
Siswa
mampu membaca nilai yang ditunjukkan alat ukur massa, panjang dan waktu serta
menentukan besaran pokok dengan metode tak langsung.
2.
Siswa
mampu menentukan besaran turunan dengan metode tak langsung.
3.
Siswa
mampu menjelaskan pengertian angka penting dan menerapkannya dalam penulisan
hasil percobaan.
4.
Siswa
mampu menjelaskan pengertian tentang kesalahan sistematik dan acak.
Psikomotor
1. Siswa mampu memilih dan merangkaikan instrumen serta
menentukan langkah-langkah pengukuran secara benar.
2. Siswa mampu membaca nilai yang ditunjukkan alat ukur serta
menuliskan hasil pengukuran sesuai aturan angka penting disertai
ketidakpastiannya (batas ketelitian alat) dengan tepat .
3. Siswa mampu melakukan pengukuran dengan benar berkaitan
dengan besaran pokok panjang, massa, waktu, dan kuat arus dengan
mempertimbangkan aspek ketepatan (akurasi), kesalahan matematis yang memerlukan
kalibrasi, ketelitian (presisi) dan kepekaan (sensitivitas) dan kesalahan
sistematis.
Afektif
Terlibat
dalam KBM yang berpusat pada siswa, siswa dapat melakukan komunikasi meliputi diskusi,
bertanya, dan berpendapat.
B.
Materi
Ajar
1.
Pengukuran
Besaran Pokok
Pengukuran
adalah membandingkan nilai sebuah besaran dengan nilai
yang dimiliki alat ukur.
a.
Pengukuran
Panjang
§ Pengukuran
Panjang secara Langsung
1.
Mistar
Mistar
memiliki nilai skala terkecil sebesar 1 mm,
biasanya pada mistar berukuran 30 cm. untuk mistar berukuran 1 m, skala
terkecilnya 1 cm. penggunaan mistar dalam dilihat pada Gambar 1.1.



|
2.
Jangka sorong
Untuk
mengukur tebal sehelai rambut, diameter jarum jahit, dan tebal sehelai kertas
tidak dapat digunakan mistar karena benda-benda tersebut memiliki panjang
kurang dari 1 mm. alat ukur yang dapat digunakan adalah jangka sorong.
Pengukuran
menggunakan jangka sorong sangat berbeda dengan pengukuran menggunakan mistar.
Jangka sorong memiliki dua buah skala. Skala pertama
disebut
skala utama berada pada lengan tetap dan
memiliki nilai terkecil 1 mm. total panjang
skala dapat mencapai 10 cm atau lebih, bergantung dari panjang jangka sorong.
Skala kedua berada pada lengan yang
dapat digerakkan sepanjang skala utama. Skala ini disebut skala nonius atau skala
vernier. Pada kebanyakan jangka sorong, jumlah skala nonius ada sepuluh,
masing-masing berjarak 0,9 mm. jadi, total panjang yang dibentuk oleh sepuluh
skala nonius adalah 9 mm. jangka sorong ini memiliki nilai skala terkecil 0,1 mm. Namun, ada pula jangka sorong yang dapat
mengukur hingga ketelitian 0,05 mm. Jangka
sorong ini memiliki 20 skala nonius yang tepat berimpit dengan 19 skala utama.
Bahkan jangka sorong yang lebih teliti mampu mengukur hingga ketelitian 0,025 mm. jangka sorong ini memiliki 40 skala nonius
yang tepat berimpit dengan 39 skala utama.
Cara penggunaan jangka sorong
i)
Jepit benda dengan menggeser
skala bergerak
ii)
Baca posisi skala utama yang
tepat dilewati oleh titik nol skala nonius.
Perhatikan
Gambar 1.2.
![]() |
3.
Mikrometer sekrup
Untuk
mengukur panjang benda dengan ketelitian lebih tinggi lagi, kita dapat
menggunakan mikrometer sekrup. Mikrometer sekrup sekrup dapat digunakan untuk
mengukur panjang benda hingga ketelitian 0,01 mm. contohnya, mengukur ketebalan
kertas dan rambut.
Mikrometer
sekrup memiliki skala tetap (skala utama) sepanjang gagang silinder dengan
nilai terkecil 0,5 mm. selain itu, ada skala putar yang memiliki 50 skala. Jika
skala putar diputar satu putaran penuh (diputar sebanyak 50 skala), maka
penjepit mikrometer akan bergeser sejauh 0,5 mm. jadi pergeseran skala berputar
sejauh 1 skala bersesuaian dengan pergeseran penjepit sepanjang
.

Cara
menggunakan mikrometer sekrup
i)
Letakkan benda yang akan diukur
di antara dua penjepit mikrometer sekrup
ii)
Putarlah pemutar besar
mikrometer sehingga kamu merasakan benda sudah terjepit. Perlu diingat, ketika
melakukan pemutaran, hendaknya secara perlahan.
iii) Putarlah
pemutar kecil samapai mendengar bunyi “klik”
iv) Bacalah
skala utama pada mikrometer yang dilewati oleh pemutar besar.
v)
Bacalah skala pada pemutar
besar (skala yang tepat berimpit dengan garis melintang), lihat Gambar 1.3.
![]() |
|||
|
|||
§ Pengukuran
Panjang secara Tidak Langsung
Pengukuran panjang secara tidak
langsung dilakukan karena terbatasnya kemampuan alat ukur.
1.
Pengukuran dengan
gelombang suara
Pada suhu dan tekanan
tertentu, gelombang suara memiliki kecepatan tertentu di udara. Pada
pengukuran dengan gelombang suara, pulsa
gelombang (biasanya ultrasonik) diarahkan ke benda yang diukur. Pulsa tersebut
dipantulkan kembali oleh benda yang diukur dan dideteksi oleh alat ukur. Alat
ukur yang digunakan dalam pengukuran ini memiliki dua fungsi, yaitu memancarkan
pulsa suara dan mendeteksi pulsa suara yang dipantulkan oleh benda yang diukur.
Alat ini merekam waktu yang
diperlukan pulsa suara untuk bergerak bolak-balik antara alat ukur dan benda
yang diukur. Kecepatan pulsa suara dihitung berdasarkan suhu dan tekanan udara
saat itu. Dengan mengetahui waktu bolak-balik pulsa suara, maka jarak benda
dapat dihitung menggunakan rumus

dengan
d = jarak alat ukur ke benda (m),
v = kecepatan
suara dalam medium (m/s),
t = waktu untuk
pulsa bergerak bolak-balik (s)
2.
Pengukuran dengan
gelombang elektromagnetik
Pengukuran jarak planet menggunakan
sinar laser pada prinsipnya sama dengan pengukuran jarak menggunakan gelombang
bunyi. Hanya saja di sini digunakan sinar laser bolak-balik dari bumi ke planet
dicatat. Mengingat kecepatan sinar laser diketahui, maka jarak bumi dengan
planet dapat dihitung melalui rumus:

dengan d = jarak
bumi-planet (m),
c = kecepatan
cahaya (m/s),
t = waktu (s)
3.
Metode paralaks
Metode paralaks digunakan untuk
mengukur jarak bintang. Pengukuran dapat dilakukan dengan memanfaatkan
perubahan posisi bumi selama mengitari matahari. Pada Gambar 1.4, titik O
adalah posisi bintang yang sebenarnya. Titik A adalah posisi bintang dalam
latar belakang bintang-bintang jauh berdasarkan pengamat di bumi ketika bumi
berada pada posisi I. Titik B adalah posisi bintang dalam latar belakang
bintang-bintang jauh berdasarkan pengamat di bumi ketika bumi berada pada posisi
II (enam bulan kemudian).
![]() |
||||
|
Jika
sudut paralaks (
) dinyatakan dalam radian maka
diperoleh hubungan seperti berikut.


atau

dengan R = jarak bumi-matahari dan d
= jarak bumi-bintang
4.
Pengukuran jarak yang
sangat kecil
Nanoteknologi merupakan teknologi
berbasis pada material berukuran sepermiliar meter. Dalam bidang nanoteknologi,
orang sering harus mengukur benda yang panjangnya hanya beberapa nanometer (1
nanometer =
). Pengukuran terhadap panjang sekecil
ini harus dilakukan secara tidak langsung, dengan menggunakan mikroskop
elektron.

Benda yang diukur diubah menjadi
bayangan (foto) dengan perbesaran ratusan ribu hingga jutaan kali ukuran benda
yang sebenarnya. Mikroskop elektron yang sering digunakan adalah scanning electron microscope (SEM) dan transmission electron microscope (TEM).
TEM menghasilkan ketelitian yang lebih tinggi daripada SEM.
|

Jenis mikroskop elektron yang lain
adalah AFM (atomic force mocroscope).
AFM digunakan untuk mengukur kekasaran permukaan benda dengan ketelitian yang
sangat tinggi (hingga beberapa nanometer). Alat ini memiliki satu tip yang
dapat digeser sepanjang permukaan benda sehingga pelengkungan tip berubah-ubah
mengikuti pola permukaan benda. Pada bagian belakang tip diarahkan sinar laser
dan sudut pantulan sinar laser diamati oleh perbedaan sudut pantulan sinar
laser. Sudut-sudut pantulan ini diolah dengan komputer sehingga pola permukaan
benda dapat diperoleh.
b.
Pengukuran
Massa
§ Pengukuran
massa secara langsung
1.
Neraca dua lengan

|
Ketelitian
sebuah neraca bergantung pada massa anak timbangan terkecil yang dimiliki oleh
neraca. Nilai skala terkecil yang dimiliki neraca sama dengan massa anak
timbangan yang terkecil. Jika anak timbangan terkecil memiliki massa 10 mg,
berarti massa minimum benda yang dapat diukur adalah 10 mg. dengan demikian, ketelitian
pengukuran adalah 10 mg, demikian seterusnya.
Pengukuran
dengan neraca pada dasarnya adalah mencari keseimbangan lengan neraca ketika
menempatkan standar dapat diubah-ubah sehingga lengan neraca menjadi seimbang.
Pada saat itu, massa benda dikatakan sama dengan massa standar.
2.

|
Pegas
yang ditarik dengan gaya tertentu akan meregang. Besarnya peregangan berbanding
lurus dengan gaya yang diberikan. Bila gaya yang diberikan merupakan gaya
gravitasi bumi, maka besarnya peregangan pegas dapt digunakan untuk membuat
neraca, namanya neraca pegas.
Ketelitian
pengukuran massa dengan neraca pegas bergantung pada nilai skala tertera pada
batang neraca. Misalkan skala terkecil yang tertulis adalah 10 mg. berarti,
neraca ini sanggup mengukur hingga ketelitian 10 mg dengan ketidakpastian
mg = 5 mg.

3.
Neraca hidrolik
Neraca
hidrolik digunakan untuk mengukur massa benda yang cukup besar, misalnya truk,
kontainer, gerbong kereta api, dan bahkan kapal laut. Prinsip yang digunakan
pada neraca hidrolik adalah memanfaatkan hokum hidrostatika. Jika benda
diletakkan di atas neraca, maka piston akan menekan cairan yang besarnya
sama dengan tekanan atmosfir ditambah
tekanan yang diberikan oleh berat benda. Tekanan dalam cairan diukur oleh
sensor, maka massa benda dapat dihitung.
4.
Neraca elektronik (neraca
digital)
Neraca
elektronik merupakan neraca yang canggih dan lebih mudah digunakan. Perhatikan
Gambar . begitu benda diletakkan pada wadah neraca, amaka massa benda langsung
tampak pada layar neraca. Neraca ini sebenarnya memiliki sistem komputer kecil
(microprocessor). Fungsinya adalah
mengolah berat benda menjadi massa benda, kemudian menampilkannya pada layar
dalam bentuk angka-angka. Sebelum melakukan pengukuran, kita harus melakukan
kalibrasi terlebih dahulu. Artinya , kita menolkan semua angka yang ditunjukkan
oleh neraca sebelum benda diletakkan. Hal ini penting karena setelah dilakukan
pengukuran kadang-kadang angka yang ditampilkan pada layar tidak nol, meskipun
benda sudah diambil dari neraca.
|


5.
Spektrometer massa
|

Berkas
ion dimasukkan melalui lubang A ke
dalam ruang penyeleksi laju. Dengan adanya penyeleksi laju, maka hanya ion
dengan laju tertentu yang berhasil keluar melalui lubang B. Sementara ion-ion dengan kelajuan yang lain dibelokkan di dalam
penyeleksi laju sehingga tidak dapat keluar melalui lubang B. Ion yang keluar dari lubang B
lalu masuk ke dalam pembelok muatan yang mengandung medan magnet hingga
menumbuk film. Bentuk lintasan ion adalah setengah lingkaran. Berdasarkan
bayangan yang terbentuk pada film (tempat yang dikenai ion), maka jari-jari
lintasan ion dalam ruang pembelok dapat diketahui. Dengan mengetahui jari-jari lintasan ion (r) maka massa ion (m)
dapat dihitung.
Spektrometer massa dapat
menentukan massa dengan sangat teliti. Massa inti atom yang hanya berbeda
satu neutron (isotop) dapat dibedakan massanya oleh spektrometer massa.
§ Pengukuran
massa secara tidak langsung
1.
Massa planet
Massa planet hanya dapat ditentukan
berdasarkan gaya gravitasi yang dilakukan oleh planet terhadap benda di
sekitarnya, misalnya satelit. Periode revolusi
satelit mengitari planet dan jarak planet ke satelit dapat dihitung. Kemudian,
dengan menggunakan Hukum Gravitasi Newton maka massa planet dapat ditentukan
melalui rumus:

dengan T
= periode satelit mengitari planet (s),
r = jarak satelit ke planet (m),
G =
konstanta gravitasi universal (
), dan

M = massa
satelit (m)
2.
Massa matahari
Massa matahari dapat ditentukan
berdasarkan gravitasi yang dilakukannya pada planet. Dengan mengetahui periode
revolusi planet mengitari matahari dapat ditentukan menggunakan rumus yang sama
seperti di atas.
3.
Massa bintang kembar
Untuk menetukan massa bintang yang sangat jauh dipelajari
dalam ilmu astronomi. Khusus untuk bintang kembar yang saling mengitari, maka
massanya dapat ditentukan dengan memenfaatkan efek Doppler.
c.
|
§
Arloji

Arloji
dan jam dinding merupakan alat penunjuk waktu yang sekaligus dapat digunakan
sebagai alat pengukur selang waktu. Selang waktu terkecil yang dapat diukur
oleh arloji adalah 1 sekon.
§ Stopwatch
Untuk mengukur selang waktu dengan
ketelitian yang lebih tinggi kita dapat menggunakan stopwatch. Stopwatch
dapat mengukur hingga selang waktu 0,01 sekon. Selang waktu sesingkat ini
terjadi pada pertandingan oleh raga, misalnya untuk pengukuran waktu pada
pertandingan olah raga dan perlombaan yang memerlukan waktu lama, misalnya
catur dan lari marathon. Prinsip kerja stopwatch adalah menekan tombol untuk
memulai perhitungan waktu dan menekan tombol sekali lagi untuk mengakhiri
perhitungan waktu. Sebelum perhitungan waktu
dimulai, penunjukkan stopwatch
harus dinolkan dengan menekan tombol reset.

|
2.
Pengukuran
Besaran Turunan
§ Pengukuran
luas
1.
Pengukuran luas bidang teratur
Tabel 2.1
No
|
Bangun
|
Rumus Luas
|
1.
2.
3.
4.
5.
|
Persegi
panjang
Lingkaran
Elips
Segitiga
Jajargenjang
|
![]() ![]() ![]() ![]() ![]() |
2.
Pengukuran luas bidang tidak
teratur
Untuk
mengetahui luas bidang yang tidak teratur, buat sejumlah persegi berukuran
kecil. Persegi ini harus menutupi seluruh bidang yang akan
ditentukan luasnya. Kemudian,
hitung jumlah persegi yang mencakup bagian bidang dengan ukuran lebih besar
dari
. Misalkan jumlah tersebut adalah N . Jika luas satu persegi adalah A0, maka luas bidang yang
diukur adalah 


§ Pengukuran
volum
1.
Pengukuran volum benda teratur
Tabel 2.2
No
|
Bangun
|
Rumus Volume
|
1.
2.
3.
|
Balok
Bola
Silinder
|
![]() ![]() ![]() |
2.
Pengukuran volum benda tidak
teratur
Untuk menghitung volum benda yang
bentuknya tidak teratur, kita dapat menggunakan gelas ukur hingga permukaan zat
cair berimpit dengan suatu skala. Baca volum yang ditunjukkan permukaan zat
cair hingga seluruhnya tercelup ke dalam zat cair. Jika benda tidak bisa
tenggelam, tekan dengan jarum atau baku kecil sehingga seluruh bagian benda
tenggelam dalam zat cair. Baca volum yang ditunjukkan oleh permukaan zat cair,
misalkan V1. Volum benda
dapat dihitung dengan rumus

§ Pengukuran
massa jenis
Untuk mengetahui massa jenis,
kamu perlu mengukur massa dan volum benda. Ukur massa benda dengan menggunakan
neraca, hasilnya m. Ukur volum benda
dengan cara yang sudah dipelajari, hasilnya V.
Massa jenis benda dihitung dengan rumus

Massa jenis beberapa bahan
dapat dilihat pada Tabel 2.3 di bawah ini.
Tabel 2.3
Massa jenis beberapa zat
No
|
Nama zat
|
Massa jenis
(kg/m3)
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
|
Es
Gabus
Kayu
Baja
Aluminium
Tembaga
Timah
Emas
Raksa
Air
(4oC)
|
920
250
650
7.900
2.750
8.940
11.350
19.320
13.550
1.000
|
3.
Ketidakpastian
pengukuran
Ketidakpastian
selalu muncul dalam setiap pengukuran. Dengan kata lain, ketidakpastian merupakan sifat alamiah
dari suatu pengukuran. Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya
ketidakpastian, yaitu:
1.
Tidak ada alat ukur yang
benar-benar teliti,
2.
Orang yang berbeda mungkin
menggunakan alat ukur yang berbeda ketika mengukur besaran fisika yang sama,
3.
Orang yang berbeda umumnya
membaca hasil pengukuran dengan cara yang berbeda,
4.
Kadang-kadang alat ukur
memberikan hasil pengukuran yang salah,
5.
Penyetelan alat ukur mungkin
sudah berubah.
Secara
umum penyebab ketidakpastian hasil pengukuran ada tiga, yaitu kesalahan umum,
kesalahan sistematik, dan kesalahan acak.
1. Kesalahan Umum
Kesalahan umum adalah kesalahan yang disebabkan keterbatasan pada
pengamat saat melakukan pengukuran. Kesalahan ini dapat disebabkan karena
kesalahan membaca skala kecil, dan kekurangterampilan dalam menyusun dan
memakai alat, terutama untuk alat yang melibatkan banyak komponen.
2. Kesalahan Sistematik
Kesalahan sistematik merupakan kesalahan yang disebabkan oleh alat yang
digunakan dan atau lingkungan di sekitar alat yang memengaruhi kinerja alat.
Misalnya, kesalahan kalibrasi, kesalahan titik nol, kesalahan komponen alat
atau kerusakan alat, kesalahan paralaks, perubahan suhu, dan kelembaban.
a. Kesalahan Kalibrasi
Kesalahan kalibrasi terjadi karena pemberian
nilai skala pada saat pembuatan atau kalibrasi (standarisasi) tidak tepat. Hal
ini mengakibatkan pembacaan hasil pengukuran menjadi lebih besar atau lebih
kecil dari nilai sebenarnya. Kesalahan ini dapat diatasi dengan mengkalibrasi
ulang alat menggunakan alat yang telah terstandarisasi.
b. Kesalahan Titik Nol
Kesalahan titik nol terjadi karena titik nol
skala pada alat yang digunakan tidak tepat berhimpit dengan jarum penunjuk atau
jarum penunjuk yang tidak bisa kembali tepat pada skala nol. Akibatnya, hasil
pengukuran dapat mengalami penambahan atau pengurangan sesuai dengan selisih
dari skala nol semestinya. Kesalahan titik nol dapat diatasi dengan melakukan
koreksi pada penulisan hasil pengukuran
c. Kesalahan Komponen Alat
Kerusakan pada alat jelas sangat berpengaruh
pada pembacaan alat ukur. Misalnya, pada neraca pegas. Jika pegas yang
digunakan sudah lama dan aus, maka akan berpengaruh pada pengurangan konstanta
pegas. Hal ini menjadikan jarum atau skala penunjuk tidak tepat pada angka nol
yang membuat skala berikutnya bergeser.
d. Kesalahan Paralaks
Kesalahan paralaks terjadi bila ada jarak
antara jarum penunjuk dengan garis-garis skala dan posisi mata pengamat tidak
tegak lurus dengan jarum.
3. Kesalahan Acak
Kesalahan acak adalah kesalahaan yang terjadi karena adanya
fluktuasi-fluktuasi halus pada saat melakukan pengukuran. Kesalahan ini dapat
disebabkan karena adanya gerak brown molekul udara, fluktuasi tegangan listrik,
landasan bergetar, bising, dan radiasi.
a. Gerak Brown Molekul Udara
Molekul udara seperti Anda ketahui keadaannya
selalu bergerak secara tidak teratur atau rambang. Gerak ini dapat mengalami
fluktuasi yang sangat cepat dan menyebabkan jarum penunjuk yang sangat halus
seperti pada mikrogalvanometer terganggu karena tumbukan dengan molekul udara.
b. Fluktuasi Tegangan Listrik
Tegangan listrik PLN atau sumber tegangan
lain seperti aki dan baterai selalu mengalami perubahan kecil yang tidak
teratur dan cepat sehingga menghasilkan data pengukuran besaran listrik yang
tidak konsisten.
c. Landasan yang Bergetar
Getaran pada landasan tempat alat berada
dapat berakibat pembacaan skala yang berbeda, terutama alat yang sensitif
terhadap gerak. Alat seperti seismograf butuh tempat yang stabil dan tidak
bergetar. Jika landasannya bergetar, maka akan berpengaruh pada penunjukkan
skala pada saat terjadi gempa bumi.
d. Bising
Bising merupakan gangguan yang selalu Anda
jumpai pada alat elektronik. Gangguan ini dapat berupa fluktuasi yang cepat
pada tegangan akibat dari komponen alat bersuhu.
e. Radiasi Latar Belakang
Radiasi gelombang elektromagnetik dari kosmos
(luar angkasa) dapat mengganggu pembacaan dan menganggu operasional alat.
Misalnya, ponsel tidak boleh digunakan di SPBU dan pesawat karena bisa
mengganggu alat ukur dalam SPBU atau pesawat. Gangguan ini dikarenakan
gelombang elektromagnetik pada telepon seluler dapat mengasilkan gelombang
radiasi yang mengacaukan alat ukur pada SPBU atau pesawat.
Mengurangi kesalahan pengukuran
Mengingat
setiap pengukuran selalu menghasilkan kesalahan, maka ada sejumlah cara untuk
mengurangi kesalahan tersebut. Beberapa cara yang sering ditempuh sebagai
berikut.
1.
Menggunakan alat ukur
yang lebih teliti
Untuk meningkatkan ketelitian
pengukuran (mengurangi kesalahan), maka kita harus menggunakan alat ukur yang
lebih teliti, misalnya jangka sorong yang sanggup mengukur hingga 0,1 mm. untuk
mendapatkan hasil yang lebih teliti lagi, kita dapat menggunakan mikrometer
sekrup yang sanggup mengukur hingga 0,01 mm.
2.
Melakukan kalibrasi
alat sebelum pengukuran
Dalam pengertian sederhana, kalibrasi
berarti me-nol-kan penunjukkan alat ukur sebelum melakukan pengukuran. Alat
ukur yang sering digunakan untuk pembacaan yang sedikit menyimpang setelah satu
pengukuran selesai dilakukan. Contohnya, ketika menggunakan neraca yang sangat
teliti. Setelah pengukuran selesai tidak menunjuk ke angka nol, melainkan ke
angka bukan nol walaupun sangat kecil. Oleh karena itu, sebelum melakukan
pengukuran massa yang berikutnya, lakukan kalibrasi terhadap neraca. Caranya
dengan menekan tombol reset sehingga angka yang ditunjukkan neraca adalah nol.
3.
Melakukan pengukuran
berulang
Hasil pengukuran yang dilakukan lebih
dari satu kali lebih dapat dipercaya daripada hasil pengukuran yang hanya
dilakukan satu kali. Makin sering pengulangan dilakukan, maka makin percaya
kita terhadap hasil pengukuran yang dilakukan. Karena hasil pengukuran pertama,
kedua, ketiga, dan seterusnya kemungkinan memberikan hasil yang berebeda, maka
sebagai hasil pengukuran digunakan nilai rata-rata dari sejumlah pengukuran
tersebut.
Misalkan dari hasil pengukuran
diameter lingkaran dengan menggunakan jangka sorong sebanyak enem kali
diperoleh angka-angka 10,2 mm, 9,9 mm, 10,4 mm, 10,2 mm, 10,1 mm, dan 10,0 mm.
Maka nilai rata-rata pengukuran adalah
Nilai rata-rata =

= 

= 

Presisi dan akurasi
§ Presisi
(precision) atau ketepatan menyatakan derajat ketidakpastian dalam pengukuran.
§ Akurasi
(accuracy) atau ketelitian mengungkapkan seberapa dekat (seberapa akurat)
hasil pengukuran ke nilai sebenarnya.
§ Kepekaan
adalah ukuran minimal yang masih dapat dideteksi
(dikenal) oleh instrumen. Sebagai contoh, galvanometer memiliki kepekaan
yang lebih besar daripada amperemeter atau voltmeter. Misalnya pada suatu
keadaan, kepekaan galvanometer adalah 2 x 10-10 A/mm. Ini berarti
jika perubahan arus 2 x 10-10 A (sangat kecil), bayangan dari berkas
cahaya pada galvanometer akan bergeser sebesar 1 mm. dengan amperemeter tidak
dapat dideteksi perubahan arus 2 x 10-10 A (sangat kecil).
Jenis-jenis ketidakpastian dalam pengukuran
§ Ketidakpastian
acak
Ketidakpastian acak tidak
memperlihatkan adanya pola tertentu dari satu pengukuran ke pengukuran lainnya.
Nilai-nilai yang diukur berubah secara acak di sekitar nilai rata-rata.
Ketidakpastian acak dapat disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya:
1.
Orang yang berbeda mungkin
membaca hasil pengukuran dengan cara yang sedikit berbeda
2.
Alat ukur mungkin mengalami
sedikit perubahan ketika berpindah dari satu tempat ke tempat lain.
3.
Pengukuran yang berbeda mungkin
menggunakan alat ukur yang sedikit berbeda
Ketidakpastian
acak dapat dikurangi dengan melakukan pengukuran secara berulang sehingga nilai
rata-rata akan makin dekat ke nilai sebenarnya
§ Ketidakpastian
sistematik
Ketidakpastian sistematik menggeser
semua nilai yang terukur dari nilai sebenarnya dengan nilai yang sama.
Kesalahan ini sangat memengaruhi keakuratan pengukuran karena nilai-nilai yang
diukur menyimpang dari nilai sebenarnya. Kesalahan ini dapat terjadi bila alat
ukur mengalami kesalahan pengaturan atau tidak dikalibrasi secara benar.
Ketidakpastian sistematik sangat sulit
dihindari. Pada ketidakpstian sistematik, pengukuran berulang tidak menyebabkan
nilai- rata-rata makin dekat ke nilai sebenarnya. Cara mengurangi
ketidakpastian sistematik adalah dengan mengukur terlebih dahulu benda yang
nilainya sudah diketahui dengan pasti. Benda yang sudah diketahui nilaianya
disebut benda standar. Cara ini dikenal dengan
istilah kalibrasi alat.
§ Ketidakpastian
relatif
Ketidakpastian relatif sama dengan
ketidakpastian dibagi dengan nilai yang terukur. Nilainya bisa dinyatakan dalam
persen, yaitu:

§ Gabungan
ketidakpastian
Ilmuwan kadang-kadang harus melakukan
penggabungan pengukuran untuk mendapatkan hasil akhir. Ketidakpastian akhir
sangat bergantung pada ketidakpastian pada masing-masing pengukuran tunggal.
4.
Angka
Penting
Angka
penting adalah semua angka yang diperoleh daraai hasil pengukuran, yang terdiri
dari hasil pengukuran, yang terdiri dari angka eksak dan satu angka terakhir
yang ditaksir (atau diragukan).
§ Aturan penulisan angka penting
1) Semua
angka bukan nol adalah angka penting.
Contoh:
“245,5” memiliki empat angka penting
2) Semua
angka nol di sebelah kanan tanda desimal, tetapi di sebelah kiri angka bukan
nol bukanlah angka penting.
Contoh:
“0,0000001” hanya memiliki satu angka penting
3) Semua
angka nol di sebelah kanan tanda desimal yang mengikuti angka bukan nol adalah
angka penting.
Contoh:
“2,00” memiliki tiga angka penting. “2,300” memiliki empat angka penting
4) Angka
nol di sebelah kanan angka bukan nol, tetapi tanda desimal bukanlah angka penting.
Contoh:
“3400” hanya memiliki dua angka penting.
5) Angka
nol di antara dua angka penting merupakan angka penting.
Contoh:
“560,0” memiliki empat angka penting
§ Berhitung dengan angka penting
1) Aturan
pembulatan
·
Aturan 1
Jika angka terakhir sebelum pembulatan < 5, maka angka
ini ditiadakan dan angka pembulatan tetap
Contoh:
75,434 dibulatkan ke satu desimal menjadi 75,4
·
Aturan 2
Jika angka terakhir sebelum pembulatan > 5, maka angka
ini ditiadakan dan angka pembulatan ditambah satu.
Contoh:
12,897 dibulatkan ke satu desimal menjadi 12,9
·
Aturan 3
Jika
angka terakhir sebelum pembulatan sama dengan 5 maka angka ini ditiadakan dan
angka pembulatan ditambah satu jika angkanya ganjil, jika angkanya genap maka
tidak ditambah satu.
Contoh:
63,355 dibulatkan ke satu desimal menjadi 63,6
63,455 dibulatkan ke satu
desimal menjadi 63,4
2) Aturan
penjumlahan
Pada
operasi penjumlahan dan pengurangan, maka hasilnya hanya boleh mengandung satu
angka taksiran (angka taksiran: angka terakhir dari suatu bilangan penting)
Contoh:
273,219 g
15,5 g
8,4 g

3) Aturan
perkalian
Hasil
perkalian harus dibulatkan sehingga jumlah angka pentingnya sama dengan jumlah
angka penting paling kecil diantara yang dikalikan
Contoh:
81,3224
3,428

278,7731872
Karena
jumlah angka penting terkecil dimiliki oleh 3,428 yaitu sebanyak empat angka
penting. Jadi hasil perkaliannya dibulatkan menjadi 278,8.
§ Notasi ilmiah
Bentuk
umum penulisan ilmiah adalah p x 10n.
Bagian p yang nilainya memenuhi
aturan
disebut mantisa. Jumlah angka penting mantisa
disesuaikan dengan jumlah angka penting bilangan yang akan ditulis dalam notasi
ilmiah. Bagian 10n disebut ordo, dengan n bilangan bulat.

Contoh:
Jelaskan cara penulisan bilangan berikut dalam notasi
ilmiah.
a.
0,000067
b.
1,0997
c.
70.000.000
d.
40.000
Jawab:
a.
0,000067 = 6,7 x 10-5
b.
1,0997 = 1,0997
c.
70.000.000 = 7 x 107
d.
40.000 = 4 x 104
5.
Pengolahan
Data
Percobaan
Fisika yang dilakukan di SMA bertujuan:
1.
Memeriksa rumus dan hukum yang
sudah terbukti kebenarannya, misal rumus period bandul sederhana 

2.
Memproduksi ulang berbagai
tetapan fisika, misalnya tetapan gas umum R
pada rumus gas ideal 

Pada
pengukuran kita mendapatkan data. Dari data tersebut kadang-kadang kita
bermaksud mencari persamaan matematika yang menjelaskan hubungan antara data
yang terukur dengan nilai yang diubah-ubah saat pengukuran. Berikut ini kita
akan mencari hubungan antara besaran yang diubah-ubah dengan besaran yang
terukur. Besaran yang diubah-ubah disebut juga variabel
bebas, sedangkan besaran yang diukur sebagai hasil pengubahan variabel
bebas disebut variabel terikat.
C.
Metode
Pembelajaran
Model
pembelajaran : Langsung (Direct Instruction)
Strategi :
Inkuiri
Pendekatan : Contextual Teaching Learning (CTL)
Metode :
Percobaan, diskusi, tanya jawab
D.
Langkah-langkah
Pembelajaran
Kegiatan
Pembelajaran
|
Komponen
CTL
|
|||
Aktivitas
Guru
|
Aktivitas
siswa
|
|||
Pendahuluan
(10 menit)
|
||||
Fase 1
|
||||
1.
Guru mengaitkan pengetahuan awal siswa dengan materi pembelajaran hari
ini dengan bertanya mengenai pengertian pengukuran.
|
·
Menyimak pertanyaan
yang diberikan guru, Mengemukakan pengertian
pengukuran.
|
Bertanya, konstruktivis
|
||
Fase 2
|
||||
2.
Guru memberikan motivasi dengan meminta tiga orang siswa untuk mengukur
panjang papan tulis dengan menggunakan ukuran depa dan jengkal masing-masing
anak.
Dari motivasi ini diharapkan pertanyaan yang muncul dari siswa adalah
mengapa hasil pengukuran panjang papan tulis berbeda-beda antara satu orang
dengan lainnya?
|
·
Menganalisis fenomena
yang diberikan
·
Mengemukakan bahwa alat ukur yang digunakan tidak baku, yakni tangan dan
jari masing-masing orang berbeda sehingga hasil pengukuran berbeda.
|
Pemodelan, bertanya, konstruktivis
|
||
3.
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
|
Menyimak
|
Konstruktivis
|
||
Kegiatan Inti (70 menit)
|
||||
4.
Dengan dipandu LKS Pengukuran, guru memberi contoh cara menggunakan alat
ukur serta cara penulisan hasil percobaan yang benar.
|
·
Mengamati contoh yang diberikan guru
|
Pemodelan
|
||
Fase 3
|
||||
5.
Guru memberikan latihan terbimbing dengan meminta siswa mengerjakan
kegiatan percobaan selanjutnya pada LKS.
|
·
Menganalisis fenomena
yang diberikan
|
Bertanya, konstruktivis
|
||
Fase 4
|
||||
6.
Guru mengecek pemahaman dan
memberikan umpan balik selama siswa mengerjakan LKS.
|
·
Mengerjakan LKS secara berkelompok.
·
Menggali informasi mengenai pengukuran dari buku
referensi dan modul.
|
Konstruktivis, masyarakat belajar, Inkuiri,
bertanya
|
||
Kegiatan
Pembelajaran
|
Komponen
CTL
|
|
Aktivitas
Guru
|
Aktivitas
siswa
|
|
Penutup (10 menit)
|
||
Fase 5
|
||
7.
Guru memberikan latihan
lanjutan dengan meminta siswa mengerjakan latihan lanjutan pada LKS.
|
·
Mengerjakan LKS secara berkelompok.
·
Menggali informasi mengenai pengukuran dari
buku referensi dan modul.
|
Konstruktivis, masyarakat belajar, Inkuiri,
bertanya
|
8.
Guru membimbing siswa
menyimpulkan hasil pembelajaran.
|
Menyimpulkan hasil pembelajaran
|
Refleksi, konstruktivis,
masyarakat belajar, inkuiri, bertanya
|
9.
Guru memberi tugas siswa
mengerjakan soal latihan dan membaca materi sub-pokok bahasan berikutnya
|
Mengerjakan evaluasi secara individu
|
Penilaian sebenarnya
|
E.
Alat/Bahan/Sumber
Belajar
Sumber:
· Modul Fisika SMA kelas X semester 1
· Buku Fisika Esis/Erlangga/Yudhistira
Alat (untuk motivasi awal):
·
Papan tulis 1
buah
·
Tas 1
buah
·
Daun secukupnya
·
Batang pohon 1 buah
·
Lidi secukupnya
F.
Penilaian
A. Teknik
Penilaian:
·
Tes unjuk kerja
·
Tes tertulis
B. Bentuk
Instrumen
·
Uji petik kerja
·
Tes uraian
C. Contoh
Instrumen
·
Uji petik kerja
LKS
·
Tes Uraian
Terlampir
Sidoarjo, 19 Juli 2011
Kepala
SMA Insan Cendekia Al Muslim Guru
Fisika
Sidoarjo
Anna Sulisetiawati, S. Pd. Uswatun Khasanah S. Pd.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar